Entah bagaimana awalnya, tiba-tiba aku teringat percakapan kakak-kakak kelasku waktu SMA (Sekolah Menengah Atas) yang sekarang menjadi SMU (Sekolah Menengah Umum). Kakak-kakak kelas, yang salah satunya kakak kandungku sendiri, pada suaru hari berkumpul, membicarakan filosofi asal-asalan. Katanya, hidup ini tidak perlu terlalu serius, hidup kita jalani dengan asal-asalan.
Misalnya dalam jangka pendek ini, mereka para murid kelas tiga akan menghadapi ujian akhir alias Ebtanas (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional). Nah, tidak perlu muluk-muluk untuk dapat nilai tinggi, asal lulus SMA, itu sudah bagus. Nanti, setelah itu asal masuk UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi). Setelah itu, asal kuliah lah… Setelah itu asal jadi sarjana dan asal kerja. Kalau umur sudah lumayan tua, asal menikah, supaya tidak kesepian. Nah kalau sudah tua, tidak perlu umur panjang, pas meninggal asal masuk surga…
Hah? aku tercengang sekaligus bingung juga dengan filosofi asal-asalan mereka itu. Mungkin mereka sudah lupa tentang pembicaraan itu. Kalau sepengetahuanku, kakak-kakak itu memang saat ini hampir mencapai semua “asal-asalan” mereka itu. Hampir semuanya sudah bekerja dan menikah. Memang tidak ada yang “wah” mencapai sebuah sukses yang mencengangkan, menjadi konglomerat dan sejenisnya. Tapi aku cukup bangga juga dengan kemampuan survive mereka. Boleh dikatakan, mereka lebih beruntung dari sebagian masyarakat kebanyakan. Nah, tinggal susah membuktikan “asal masuk surga”. Karena sampai sekarang belum ada yang mempunyai bukti-bukti nyata bahwa surga itu ada. Jadi, wallahualam bissawab….